CHIP.co.id - Apa istimewanya kamera bersensor besar? Pertanyaan seperti ini seringkali terlontar dari sejumlah teman yang umumnya baru menekuni hobi fotografi saat akan memilih kamera.
Penting untuk kita ketahui, intensitas cahaya yang jatuh ke sensor kamera berpengaruh besar
pada kualitas gambar. Dengan ukuran sensor yang besar, sebuah kamera bisa menangkap cahaya dengan intensitas yang lebih besar dibanding kamera bersensor kecil. Imbasnya, sensor pun bisa menyediakan materi data digital yang lebih banyak untuk diolah oleh prosesor kamera. Hal ini memberi keuntungan pada kamera saat dipakai pada kondisi minim cahaya untuk bisa menangkap lebih banyak cahaya.
Sayangnya, produsen kamera tidak bisa sembarang memasang sensor besar pada
kameranya. Sampai saat ini, sensor merupakan komponen kamera yang masih mahal. Hal ini yang membuat tidak semua penggemar fotografi mampu menjangkau harga kamera bersensor besar tersebut. Selain itu, ukuran sensor juga mempengaruhi ukuran kameranya. Umumnya, semakin besar sensornya, ukuran kamera pun jadi lebih besar dan lebih berat.
Lewat
EOS 6D, Canon pun mencoba memberikan kamera DSLR full-frame dengan harga yang lebih terjangkau. Full-frame adalah istilah untuk kamera yang menggunakan sensor berukuran besar, setara dengan ukuran film 35 mm. Yang membuatnya menarik, ukurannya lebih kecil dibanding DSLR full-frame yang lain. Dengan dimensi hanya 144,5 x 110,5 x 71,2 mm serta bobot 755 gram, ukurannya lebih kecil dibanding EOS 5D Mark III. Bahkan lebih ringan kalau dibanding EOS 7D yang menggunakan sensor APS-C.
Dengan ukuran tersebut, EOS 6D terasa lebih nyaman saat dibawa dalam perjalanan. Beberapa rekan redaksi yang sudah lama memegang dan mengenal beragam kamera DSLR pun merasa antusias dengan ukurannya yang tidak terlalu berat. Bahkan EOS 6D terasa nyaman saat dipegang karena punya grip pegangan yang besar.
Kompromi Harga dan fiturDengan banderol di bawah 20 juta rupiah, tidak bisa dipungkiri EOS 6D sangat menarik perhatian. Dengan sensor besarnya, kamera ini menjanjikan potensi besar untuk menghasilkan gambar berkualitas tinggi. Namun, untuk menekan harga dan tidak merebut pasar DSLR amatirnya, Canon pun melakukan sejumlah kompromi pada beberapa fitur pentingnya.
EOS 6D tidak dilengkapi dengan built-in flash. Ini menjadi ciri khas pada kamera DSLR profesional. Tapi, desain serta mekanisme pengoperasiannya lebih mirip dengan
EOS 60D yang masuk ke kategori semi profesional. Alih-alih memakai joystick untuk mengatur titik fokus dan menu kamera seperti di EOS 5D Mark III, tombol pengatur kameranya mengadopsi sistem yang ada pada EOS 60D.
Salah satu kompromi paling nyata,
kamera yang telah dilengkapi dengan fitur built-in wi-fi dan GPS ini hanya menggunakan 11 sensor autofokus. EOS 5D Mark III, seri profesional yang harganya memang jauh di atasnya, menggunakan 61 sensor AF. Jumlah sensor AF-nya bahkan lebih sedikit dibanding EOS 7D (19 sensor AF) yang masih menggunakan sensor APS-C yang sudah diluncurkan lebih lama.
Untungnya, dengan sensor autofokus yang terbatas, performa autofokusnya terbilang cukup baik. Saat redaksi CFVD mengujinya dengan lensa Tamron SP 70-200 mm f/2,8 Di USD VC untuk memotret burung laut di pantai Wedi Ombo, Yogyakarta, autofokusnya terhitung mampu mengejar objek bergerak dengan cepat. Cukup mengesankan untuk ukuran kamera yang hanya memiliki 11 sensor autofokus karena memotret burung yang aktif bergerak seperti foto di bawah ini memang cukup sulit. Apalagi, pemotretannya menggunakan lensa third party.
Canon EOS 6D * f/4 * 1/3200 detik * ISO1600 * 200mm
Saat kamera ini digunakan di malam hari, bahkan dalam kondisi cahaya yang sangat minim sekalipun, autofokusnya tetap bekerja dengan cukup cepat. Secara keseluruhan, hampir tidak ada kelemahan pada autufokusnya.
Fitur lain yang ditekan Canon adalah viewfinder dengan cakupan 97% untuk membuat bodinya jadi lebih ringkas. Namun demikian, viewfinder tersebut cukup memberi kenyamanan karena masih terasa lebar dan terang saat kita menggunakannya untuk membidik gambar.
Untuk pengambilan gambar secara beruntun, kecepatannya hanya 4,5 frame per detik. Sekali pemotretan, dengan format RAW + JPEG, EOS 6D hanya merekam hingga 7 frame gambar. Permasalahannya, recording time untuk menyimpan gambar ke kartu memori cukup lambat. Untuk 7 frame gambar RAW + JPEG pada resolusi tertinggi diperlukan waktu penyimpanan di atas 10 detik. Dengan keceptan seperti ini,
EOS 6D kurang cocok untuk penggemar fotografi olahraga. Tidak seperti kamera profesional lain yang umumnya memberi dua slot kartu memori, EOS 6D hanya memiliki satu slot kartu memori untuk tipe SD/SDHC/SDXC.
Canon EOS 6D * f/5.6 * 1/1600 detik * ISO1600 * 200mm
Yang paling menarik adalah fitur wi-fi-nya. Memang, Canon bukan yang memelopori penerapan teknologi ini di kamera. Tapi, saat ini masih belum banyak kamera yang menerapkannya. Dengan adanya fitur tersebut kita bisa melakukan pemotretan dengan menggunakan smartphone sebagai remote controlnya.
Kita tinggal mengunduh aplikasi EOS Remote dari Google Play Store yang bisa diunduh secara gratis. Instalasinya dapat dilakukan dengan mudah. Saat dicoba diaplikasikan pada HTC One X, fungsi remote control lewat koneksi wi-fi masih bekerja dengan baik dari jarak 10 m.
Dengan aplikasi EOS Remote tersebut, scene pemotretan dapat dilihat secara liveview di layar smartphone. Yang menarik, kecepatan autofokus EOS 6D di saat kita menjalankan pemotretan dengan EOS Remote justru lebih cepat dibanding saat menggunakan fitur live view di layar LCD-nya. Saat pemotretan dilakukan dengan high-angle menggunakan monopod, keberadaan fitur ini sangat membantu pengguna untuk mendapatkan sudut-sudut pemotretan yang tidak lazim dengan komposisi yang akurat.
Hasil Bidikan MengesankanUntuk melengkapi sensornya yang besar, Canon pun mengombinasikannya dengan prosesor generasi Digic 5+ untuk menghasilkan gambar beresolusi 20,2 Megapixel. Prosesor generasi terbaru yang dimiliki Canon. Perpaduan tersebut dapat memacu sensitivitas kamera sampai ke ISO 102.400. Dengan sensitivitas setinggi ini, pengguna pun bisa berbuat banyak di situasi minim cahaya tanpa harus menggunakan flash eksternal.
Lalu, bagaimana dengan gambar yang dihasilkannya? Untuk mendapatkan jawabannya, redaksi CFVD pun melakukan pengujian lapangan terhadap EOS 6D baik di siang hari maupun malam hari. Saat digunakan untuk merekam suasana pasar malam di Alun-alun Utara, Keraton Yogyakarta, yang rutin diadakan setiap tahun berbarengan dengan Sekaten untuk memperingati perayaan Maulid Nabi, hasilnya sangat memuaskan.
Sampai di ISO 3200, gambar yang bakal kita hasilkan masih bisa terbebas dari noise. Sedikit noise mulai muncul di ISO 6400. Sampai di ISO 12.800, noise yang muncul masih terbilang wajar. Gambar yang diambil dengan ISO 12.800 juga masih layak untuk digunakan.
Performanya di ISO tinggi pun memberi keuntungan besar saat kita tidak memiliki lensa cepat di malam hari. Untuk mendapatkan kecepatan shutter tinggi, pengguna dapat menaikkan nilai ISO-nya tanpa perlu mengkhawatirkan hasilnya. Contohnya, untuk mendapatkan kecepatan shutter hingga 1/100 detik pada foto anak yang bermain trampolin seperti pada gambar di samping ini dengan lensa Canon 17-40 mm f/4, sensitivitas kamera harus dinaikkan hingga ISO 3200. Hasilnya, noise yang muncul belum berasa.
Canon EOS 6D * f/4 * 1/3200 detik * ISO3200 *17mm
Ada satu hal yang perlu diperhatikan dari EOS 6D. Kamera ini menghasilkan gambar dengan karakter ketajaman yang sedikit lembut. Untuk mendapatkan gambar dengan ketajaman yang lebih menonjol disarankan untuk meningkatkan parameter “sharpness” pada pilihan picture style-nya. Dengan sedikit menaikkan parameter ‘sharpness” hanya satu strip dari posisi default-nya, kita sudah bisa mendapatkan gambar dengan tingkat ketajaman seperti pada foto relief yang menghiasi Candi Sewu di atas ini.
Tidak hanya ketajamannya saja yang baik, kamera yang dilengkapi dengan fitur Auto Lighting Optimizer dengan tiga level pilihan tersebut juga menunjukkan punya dynamic range yang luas. Contohnya adalah foto di bawah ini. Death area yang terkena sinar matahari langsung dengan yang tidak masih terekam dengan cukup baik. Padahal, foto tersebut diambil sekitar pukul 10 siang di mana kontrasnya sudah cukup keras. Kualitas tersebut masih diimbangi dengan kemampuan kamera mereproduksi warna gambar yang natural dengan tingkat kecerahan yang tidak kalah menawan.
Canon EOS 6D * f/8 * 1/125 detik * ISO100 * 200mm
Hal terakhir yang coba dikenali redaksi CFVD adalah fitur video dari EOS 6D. Tidak bisa dipungkiri, saat ini Canon dikenal sebagai salah satu produsen kamera dengan fitur video yang sangat baik. Rupanya, perfomanya yang baik di foto juga terbawa di fitur videonya. Videonya tetap mampu menghasilkan gambar dengan kualitas yang mengesankan.
Yang menarik, saat fitur video dengan resolusi 1080p-nya berjalan, pengguna masih bisa mengambil foto still. Autofokusnya pun masih berjalan di mode video. Hanya saja, cara ini harus diperhitungkan masak-masak karena suara shutter saat merekam foto bisa masuk ke video. Suara tersebut sangat mengganggu saat hasil rekamannya diputar ulang. Selain itu, autofokus di mode video yang bekerja dengan sistem kontras AF terbilang sangat lambat. Disarankan Anda tetap menggunakan pengaturan fokus manual saat sedang merekam video.